Lenong
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pementasan lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta,Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini
diiringi musik gambang kromong dengan
alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang,kempor, suling, dan kecrekan,
serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang,
dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan
moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.
Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Sejarah
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut
mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti
"komedi
bangsawan" dan "teater
stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco,
seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi
musik gambang kromongdan
sebagai tontonan sudah
dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita
yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon
panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari
kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung.
Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari
penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai
dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan
seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni
menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi
mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater
modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut
menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi
Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong
yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti,
dan Anen.
Jenis lenong
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong
preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam
dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan
aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan
atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan
dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan
oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang
kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari
bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa
yang halus (bahasa Melayu tinggi),
sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan
sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah
kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan
munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan
tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah
kisah-kisah 1001
malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan
berkembang dibandingkan lenong denes.